Sosis

Latar Belakang

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Judge et al., 1989) termasuk jaringan otot, organ-organ seperti hati, limpa, ginjal dan otak serta jaringan lain yang dapat dimakan disamping urat daging (Lawrie, 1985).

Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap dan lain-lain. Variasi yang terus berkembang mendorong adanya pembuatan alat-alat untuk mendukung proses produksi (Kramlich, 1971).

Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudia dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto, 19830). Menurut SNI (1995), adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dan dengan suatu tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis

Soeparno (1994), mengungkapkan bahwa pada dasarnya ada 5 kelas sosis yang sudah dikenal yaitu sosis segar, sisis segar yang diasap, sosis masak, sosis kering dan agak kering serta sosis spesialitas daging masak. Saat ini telah banyak berbagai jenis inovasi sosis  untuk meningkatkan nilai nutrisi dan mengikuti selera konsumen.

Tujuan

Tujuan dari pratikum pembuatan sosis ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan sosis serta mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tepung terhadap uji organoleptik.

TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan – bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein. (Sugiyono dan Muchtadi,1992).

Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994).

Sosis

Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui, umumnya dibentuk menjadi bentuk yang simetris.

Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak (Krimlich,1971).

Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan jus daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994). Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%.

Emulsi Sosis

Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi (Soeparno,1994).

Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi.

Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).

Air

Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein laryt garam,berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994).

Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).

Garam

Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet. Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich,1971). Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.

Sodium Trifosfat(STPP)

Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %. Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.

Lemak

Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak berpengaruh pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %. (Kramlich,1971).

Bahan pengikat

Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim bubuk. (Soeparno,1994).

Penyedap dan bumbu

Penyedap adalah berbagai bahan beik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk bubuk (Rust, 1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan(Pearson dan Tauber, 1984 ).

Selongsong sosis

Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis. Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu: 1) selongsong yang terbuat dari usus hewan, 2) selongsong yang terbuat dari kolagen, 3) selongsong yang terbuat dari selulosa,4) selongsong yang terbuat dari plastik, 5) selongsong yang terbuat dari logam.

Uji Hedonik

Warna

Warna produk daging olahan dapat dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan daging berwarna coklat ( Lawrie, 1995 ). Warna pada sosis dapat dipengaruhi oleh bahan utama ( daging ), bahan pengisi dan bahan pengikat serta bahan-bahan lainnya yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ( Buckle et al., 1987 ). Umumnya sosis yang beredar di pasaran berwarna merah cerah, hal ini disebabkan pada pembuatan sosis ditambahkan  zat pewarna makanan yang diizinkan.

Aroma

Aroma produk olahan dapat dipengaruhi oleh jenis, lama dan temperatur pemasakan ( Soeparno, 1994 ). Aroma produk daging olahan juga dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan produk daging olahan dan pemasakan, khususnya bumbu.

Tekstur

Aspek yang dinilai pada criteria tekstur adalah kasar serta halusnya produk yang dihasilkan. Kemampuan protein untuk menyerap dan menahan air mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur suatu produk pangan  Menurut Lawrie ( 1995 ), kesan terhadap tekstur melibatkan tiga sapek, yaitu mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam daging, mudah tidaknya daging tersebut dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil dan jumlah residu yang tertinggal setelah dikunyah. Tekstur suatu makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein.

Rasa

Konsumen dapat lebih menghargai dan bersedia membayar tinggi pada makanan yang enak atau yang mereka sukai. Indera pencicip dapat membedakan empat macam rasa yang utama, yaitu asin, asam, manis, dan pahit. Rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsisitensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan ( Winarno, 1997 ).

Penerimaan Umum

Penerimaan secara umum menjadi pertimbangan akhir konsumen dalam menerima suatu produk baru. Penerimaan umum merupakan kesimpulan dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan sulit dipisahkan satu sama lain, seperti warna, aroma, tektur, dan rasa.

METODE

Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sendok, alat penggiling/mixer, kompor gas, panci, wajan, penghalus bumbu (alu/cobek), pisau dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging segar, gula merah, ketumbar, garam secukupnya, lengkuas, daun salam, air santan, sereh, bawang putih, dan bawang merah.

Prosedur

Prosedur pembuatan sosis terlebih dahulu dipilih daging segar yang baik kualitasnya dan dicuci hingga bersih. Daging kemudian dimasukkan ke dalam alat penggiling/mixer. Bumbu sosis kemudian disiapkan dan dicampurkan pada daging dalam adonan. Setelah dicampur, adonan dalam alat penggiling dimasukkan dalam selongsong dan dipadatkan. Apabila dendeng sudah dimasukkan, selongsong diikat sesuai selera dan direbus/dipanaskan sampai sosis matang. Setelah direbus, sosis siap untuk diuji oleh panelis. Panelis kemudian melakukan uji organoleptik dengan mengamati parameter rasa, aroma, kekenyalan, rasa, tekstur, dan penampilan umum dari sosis tersebut dan dicatat hasil uji organoleptiknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pada praktikum ini, hasil pembuatan sosis daging sapi  dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Nilai Uji Hedonik Sosis Setelah Penambahan Tepung Tapioka 20%, 25%, 30% dan 35%.

Parameter 20% 25% 30% 35%
Warna 3 3 3 3
Aroma 3 3 3 3
Tekstur 3 2 4 3
Penampilan Umum 3 3 3 2
Kekenyalan 3 2 3 3
Rasa 3 3 3 3

Keterangan:  1. Sangat suka

2. Suka

3. Netral

4. Tidak suka

5. Sangat tidak suka

Tabel 2a. Persentase Nilai Uji Hedonik Dengan Penambahan Tepung 20% dan 25%.

Parameter 20% 25%
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Warna 0 21,73 52,17 26 0 0 23,9 52,2 23,91 0
Aroma 2,1 36,9 54,3 8,6 0 0 21,7 65,2 10,8 2,1
Tekstur 0 26 54,3 19,56 0 0 56,5 34,8 6,5 0
Penampilan Umum 2,1 17,3 71,7 6,5 0 0 36,9 54,3 10,8 0
Kekenyalan 0 41,3 54,3 4,3 0 4,3 60,8 30,4 2,1 0
Rasa 0 21,7 52,1 23,9 0 2,1 56,5 30,4 10,8 0

Tabel 2b. Persentase Nilai Uji Hedonik Dengan Penambahan Tepung 30% dan 35%.

Parameter 30% 35%
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Warna 0 23,9 52.1 23.9 0 0 10.8 54.3 32.6 2.1
Aroma 0 21,7 65.2 10.8 2.1 0 15.2 50 30.4 4.4
Tekstur 0 36,9 45.6 41.3 0 2.1 19.5 54.6 30.4 2.1
Penampilan Umum 0 23,9 65.2 13.0 2.1 0 2. 1 41.3 1.3 8.6
Kekenyalan 0 41,3 45.6 21.7 0 2.1 17.3 43.4 39.1 0
Rasa 0 21,73 54.3 21.7 0 0 19.5 41.3 30.43 6.5

Tabel 3. Nilai Rendemen Sosis

Kelompok % Tepung Tapioka % Rendemen
1 & 3 30% 7,05%
2 & 4 20% 8,62%
5 & 7 35% -9,9%
6 & 8 25% 2,35%

Pembahasan

Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan memiliki bentuk yang menarik. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak.

Sosis yang dibuat dalam praktikum ini menggunakan proporsi bahan tertentu bertujuan agar dapat menghasilkan sosis dengan rasa yang enak. Proses pembuatan diawali dengan penggilingan daging beserta bahan-bahan yang ditambahkan seperti lemak, garam, STPP, dan es batu. Bahan-bahan tersebut digiling dengan menggunakan food processor agar lembut dan terjadi proses emulsifikasi pada adonan.

Emulsifikasi yang terjadi dalam proses ini mengikatkan hubungan antara lemak dengan air sehingga protein dapat menjalankan tugasnya sebagai pengemulsi yang dapat menyatukan partikel-partikel yang tidak dapat saling larut. Hal ini didukung oleh Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Pada adonan sosis yang banyak mengandung kadar air di dalamnya, pembuatan sosis dapat disiasati dengan menambahkan protein yang dapat diambil dari tepung berprootein tinggi atau susu skim. Fungsinya adalah meningkatkan daya emulsi untuk mengikat air dan lemak. Pada pembuatan sosis ini susu skim yang digunakan adalah 12%.

Penambahan es batu dalam bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat gaya gesek yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein yang ada dalam daging tidak terdenaturasi. Es pada adonan ini berfungsi untuk mengempukkan sosis, karena kadar air akan meningkat. Hal ini didukung dengan pernyaataan Soeparno (1994), fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing. Penambahan es batu dilakukan secara bertahap dengan total penambahan 40%. Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%.

Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ini adalah garam. Garam yang digunakan sebanyak 3,9% bagian berfungsi untuk mempercepat kelarutan protein otot dan meningkatkan daya mengikat air. Selain itu, garam juga berkontribusi langsung terhadap citarasa sosis dan bahan pengawet yang mencegah pertumbuhan bakteri. Wilson et al. (1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.

Sodium Trifospat (STTP) ini berguna untuk mengenyalkan sosis yang karena dapat meningkatkan daya mengikat air pada daging dalam proses emulsifikasi. Uraian ini didukung oleh Wilson et al. (1981) yang mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi. Pada praktikum ini STTP yang digunakan adalah sebanyak 0.7%.

Proses penggilingan sosis ditambahkan dengan bumbu-bumbu lain seperti susu skim, bawang putih, pala, merica, jahe, dan penyedap rasa. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk memberikan flavor yang enak dalam sosis serta dapat juga berfungsi sebagai bahan pengawet makanan yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri.

Tepung tapioka yang ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi yang berpengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung tapioka ini dapat membantu meningkatkan daya mengikat air selama proses pengolahan. Pada pembuatan sosis ini, ditambahkan tepung tapioka dengan kadar tertentu supaya diketahui efek tepung tapioca terhadap emulsifikasi dan uji hedonik sosis. Kadar tepung tapioca yang digunakan sebesar 20%, 25%, 30% dan 35%. Penambahan tepung tapioka akan berpengaruh terhadap rasa daging yang ada dalam sosis, semakin tinggi tepung yang ditambahkan maka semakin tinggi jumlah atau volume adonan tetapi akan semakin rendah rasa daging dalam sosis. Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstra umbi ketela pohon (Manihot utilissima Pohl) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Kandungan utama tepung tapioka adalah pati. Pati mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental.

Kemudian adonan dapat dikemas menggunakan selongsong sosis. Selongsong yang digunakan pada praktikum ini adalah selongsong non edible. Adonan dimasukkan ke dalam stuffer kemudian ditekan hingga adonan masuk selongsong lalu diikat. Proses pengemasan yang sudah selesai kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan sosis. Sosis yang dibuat akan dimasak selama 30 menit pada suhu 60oC. Pemanasan dengan suhu rendah ini bertujuan meminimalkan potensi pecah dan melelehnya selongsong karena pemanasan. Pemanasan tersebut seharusnya menggunakan api kecil saja dan tidak boleh dibiarkan hingga air rebusan mendidih.

Warna

Warna sosis pada praktikum ini dinilai 3 (netral) terhadap semua jenis sosis, dengan penambahan tapioka 20%, 25%, 30% dan 35%. Berdasarkan penilaian tersebut, dapat diketahui bahwa penambahan tepung tapioka dengan persentase yang sedikit atau banyak tidak mempengaruhi warna yang ditimbulkan oleh sosis. Warna yang timbul setelah perebusan adalah coklat pucat keabu-abuan. Warna sosis ini tidak seperti warna sosis biasanya karena pembuatan sosis ini tidak menggunakan bahan pewarna nitrit ataupun nitrat. Perubahan warna menjadi coklat keabuan terjadi karena terjadi denaturasi protein karena pemanasan. Lawrie (1995), warna produk daging olahan dapat dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan.

Aroma

Aroma yang ditimbulkan oleh sosis dengan komposisi tapioka yang berbeda ternyata tidak memberikan hasil yang signifikan diantara satu dan lainnya. Sosis dengan penambahan tapioka 20%, 25%, 30% dan 35%  ternyata memberikan penilaian yang sama yakni bernilai 3 (netral). Masing-masing persentase penilaian netral adalah 54.3% untuk tapioka 20%, 65.2% untuk tapioka 25%, 65.2% untuk tapioka 30% dan 50% untuk tapioka 35%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kadar tepung tapioka dengan proporsi yang berbeda tidak mengubah aroma sosis secara nyata. Keempat jenis sosis tersebut memiliki aroma daging yang hampir sama satu dengan yang lain bahkan dengan penambahan tapioka tertinggi aromanya masih ada. Hal ini karena bumbu yang ditambahkan menimbulkan aroma yang khas. Soeparno (1994), penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk menambah/meningkatkan flavor.

Tekstur

Sosis dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 25% merupakan sosis yang paling disukai oleh panelis dan mendapat nilai 2 (suka). Persentase penilaian ini adalah sebesar 56.5% dan menjadi persentase tertinggi dari semua panelis. Kesukaan panelis terhadap sosis ini disebabkan karena adanya penambahan tapioka sebesar 25%, sehingga teksturnya terasa lebih enak tanpa menghilangkan flavor daging khas.. Menurut Lawrie (1995), tekstur suatu makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein.

Penampilan umum

Penampilan umum yang ditimbulkan oleh sosis dengan komposisi tapioka yang berbeda dengan penambahan tapioka 20%, 25%, 30% menghasilkan penilaian yang netral dengan skor 3. Namun, dalam tabel uji hedonik diatas, terdapat penyimpangan data dengan hal faktualnya. Kebanyakan panelis tidak menyukai penampilan umum dari sosis dengan komposisi tapioka 35%, tetapi dalam data panelis menyukai hal ini dengan skor 2. Ketidaksukaan panelis terhadap sosis dengan tapioka 35% karena pada saat perebuasan sosis tersebut mengalami penyimpangan perlakuan. Pemanasan yang terlalu tinggi hingga mendidih membuat selongsong sosis pecah dan meleleh. Beberapa sosis pun mengalami perubahan bentuk yang tidak lagi simetris.

Kekenyalan

Tingkat kekenyalan yang paling disukai panelis adalah sosis dengan penambahan tepung tapioka 25%. Persentase kekenyalan terhadap sosis ini adalah 60.8% dan bernilai 2 (suka). Hal ini dikarenakan daya mengikat air pada penambahan 25% tapioka berlangsung baik sehingga sosis yang dihasilkan juga memiliki kekenyalan yang baik. Selain itu penambahan STTP pada pembuatan sosis ini juga berfungsi untuk mengenyalkan sosis.

Rasa

Rasa yang ditimbulkan oleh sosis dengan komposisi tapioka yang berbeda ternyata tidak memberikan hasil yang signifikan diantara satu dan lainnya. Sosis dengan penambahan tapioka 20%, 25%, 30% dan 35%  ternyata memberikan penilaian yang sama yaitu bernilai 3 (netral). Meskipun penambahan tapioka berada pada persentase yang besar, tetapi ternyata rasa khas sosis tidak berubah. Menurut Winarno (1997), rasa suatu bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsisitensi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan.

Rendemen

Berdasarkan data dari tabel 3, sosis yang memiliki rendemen yang paling kecil adalah sosis dengan komposisi tapioka 25%, yaitu sebanyak 2.35%. Hal ini termasuk baik karena kadar air yang hilang hanya sedikit dibandingkan sosis dengan komposisi tapioka 20% dan 30%. Di sisi lain, terdapat kejanggalan data dari sosis dengan komposisi tapioka 35% karena data yang dihasilkan menyimpang yaitu (-9.9%). Hal ini menunjukkan kalau kadar air setelah perebusan meningkat. Penyimpangan yang terjadi ini disebabkan karena selongsong sosis tersebut pecah karena pemanasan sehingga air rebusan yang ada dalam panci tersebut banyak yang menyatu ke bagian sosis.

KESIMPULAN

Hasil uji hedonik terhadap sosis dengan penambahan tepung tapioca 20%, 25%, 30%, dan 35% umumnya bernilai netral baik ditinjau dari warna, aroma, tekstur, penampilan, kekenyalan dan rasa. Sosis dengan penambahan tepung tapioka sebesar 25% merupakan sosis yang paling disukai dengan nilai 2 (suka). Penambahan tepung tapioca dapat mempengaruhi daya mengikat air, warna, tekstur, penampilan umum, kekenyalan dan rasa.

Tinggalkan komentar